Kita cukup dikagetkan oleh berita tentang perusakan patung-patung tokoh wayang di Purwakarta. Kelompok itu menamakan diri Masyarakat Peduli Purwakarta dengan alasan keberadaan patung tidak sesuai dengan identitas masyarakat Purwakarta yang religius.
Walaupun perusakan ini sangat berbau kepentingan politik, rakyat yang miskin dan tidak berpengetahuan sangat mudah untuk diadu domba dengan isu murahan agama, padahal ada yang mengambil keuntungan dari hal ini.
Bagi masyarakat Purwakarta barangkali bisa diingatkan kembali tentang sejarah nama Purwakarta. Purwa berasal dari bahasa sansekerta purva dan kalau kita lihat di vedabase.net kata purva mempunyai banyak arti yaitu diantaranya: sebelumnya, anak pertama, semula.
-Karta menurut Wikipedia Indonesia berarti pekerjaan yang telah dicapai, tapi ada pergeseran arti dalam bahasa jawa kuno menjadi bermakna makmur, maju, sedang berkembang, ulung, sempurna. Menurut vedabase.net karta berarti pencipta, pekerja, pelaku. Contoh: jagatkarta artinya pencipta dunia kosmik. Jadi Purwakarta bisa diartikan Pelaku Pertama atau Makmur Pertama.
Nama dengan makna indah ini tidak bisa dipungkiri berbau india. Juga nama-nama kota lain seperti Jakarta/Jayakarta, Surakarta, Purwokerto, Yogyakarta, Mojokerto, Kartanegara dlsb. Kenapa kota-kota di Nusantara banyak terpengaruh kata Sansekerta?
Ini dimulai dari 200 SM ketika perdagangan antara India dan Cina mulai marak. Perjalanan darat yang sangat berat mengakibatkan para pedagang India mengambil jalur lautan melewati selat Malaka. Karena arus dan arah angin musim kapal-kapal dagang ini harus menunggu berbulan-bulan di pelabuhan sebelum bisa melanjutkan perjalanan sehingga banyak waktu untuk bergaul dengan pribumi. Para ‘misionaris’ menyebabkan masyarakat menjadi penganut Buddha dan Hindu dan tidak berapa lama para pemimpin mereka mulai dipanggil Maharaja dan meniru kerajaan India hingga kedetilnya. Pengaruh India sangat besar sehingga pada tahun 100 M pantai-pantai Birma, Melayu (Sumatera dan semenanjung Malaysia), Thailand, Kamboja, Vietnam selatan sudah mempunyai kota-negara bercirikan India.
Setelah mengetahu sejarah ini semoga rakyat Purwakarta sadar bahwa nenek moyang mereka pernah menjadi hindu atau buddha. Apakah kenyataan ini terlalu memalukan untuk ditanggung sehingga patung-patung wayang itu seperti mengingatkan mereka kepada kenyataan ini? ataukah patung-patung itu seperti memanggil-manggil mereka untuk kembali menjadi hindu? Apakah ini ketakutan bahwa iman mereka masih setipis kulit ari yang bisa robek dengan adanya patung-patung wayang?
Sejarah menunjukkan jati diri kita. Bangsa yang menghargai sejarah adalah bangsa yang besar. Bangsa yang bangga pada masa lalunya adalah bangsa yang dewasa, yang bisa menerima kesalahan maupun hal-hal luarbiasa yang pernah dilakukan perintis bangsa dimasa lalu. Kita bisa belajar dari sejarah agar tidak terjerumus melakukan kesalahan yang sama yang pernah dilakukan nenek moyang dahulu, agar langkah menuju masa depan semakin pasti menuju cerah dan sejahtera. Sedangkan bangsa yang ingin menghancurkan masa lalunya adalah bangsa yang rendah diri, inferior, kalahan, tertindas.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, akan memanggil Bupati Dedi Mulyadi terkait peristiwa aksi pembakaran sejumlah patung wayang golek. "Segera," kata Ketua DPRD, Ucok Ujang Wardi, Senin, (19/9/2011).
DPRD, kata Ucok, akan meminta keterangan dari Bupati ihwal pembangunan patung-patung tokoh wayang golek yang menimbulkan kontroversi sejak awal itu. "Kami ingin persoalan patung itu bisa diselesaikan secara dialogis dan damai," ujarnya.
Ia mengimbau semua elemen masyarakat Purwakarta menahan diri dan menyerahkan persoalan kontroversi pembangunan patung tersebut kepada DPRD. "Supaya Purwakarta kembali kondusif," tutur Ucok.
Ribuan umat Islam Purwakarta, Jawa Barat, merobohkan dan membakar empat patung, Ahad (18/9/2011). Aksi tersebut dimulai setelah menghadiri acara halal bi halal dan Istigotsah di Masjid Agung. Untuk menghindari terjadinya lagi amuk massa, menurut Ucok, lebih baik Bupati mengkaji ulang pembangunan patung-patung itu. "Lebih bijaksana kalau Bupati menghentikannya," ujarnya. Dewan juga berjanji akan mengontrol dana pembuatan patung-patung itu. Ucok mengaku telah menyampaikan rekomendasi MUI Jawa Barat tentang kontroversi patung tersebut beberapa waktu lalu. "Intinya, pembuatan patung baru harus dihentikan dan yang sudah ada dipindahkan ke lokasi yang tak menimbulkan kontroversi," ujarnya.
http://www.suara-islam.com/read3618-DPRD-Purwakarta--Hentikan-Pembangunan-Patung.html
http://sejarah.kompasiana.com/2011/09/19/purwakarta-mengingkari-kehinduan/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar