Minggu, 09 Mei 2010

KELEBIHAN NEGARA INDONESIA DARI NEGARA LAIN

Indonesia bersama Malaysia merupakan pengekspor utama pasar dunia untuk kayu lapis keras tropik (tropical hardwood plywood) selama bertahun-tahun. Ekspor kedua negara memiliki pangsa terbesar (dominant players) di dunia untuk jenis kayu lapis tersebut, secara total jika diperhitungkan jenis kayu lapis kayu lunak (softwood plywood), pangsa kedua negara pada tahun 2000 adalah 47 %. Oleh karena itu untuk komoditas kayu lapis tropik, Indonesia dan Malaysia merupakan pesaing (competitor ) untuk segmen pasar tersebut.

Selama bertahun-tahun hingga tahun 2003, industri kayu lapis Indonesia mendominasi pasar dunia kayu lapis tropik, namun sejak tahun 2004 Malaysia mengungguli volume ekspor kayu lapis Indonesia. Berbeda dengan kayu lapis, perkembangan ekspor panel kayu non kayu lapis Indonesia kurang menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dengan angka ekspor berfluktuasi dan mengalami stagnasi. Sebaliknya Malaysia menunjukkan perkembangan ekspor panel kayu non kayu lapis yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Industri kayu lapis Indonesia masih memiliki keunggulan komparatif yang cukup tinggi dibandingkan pesaing-pesaingnya namun merosotnya pasokan bahan baku menyebabkan pangsa pasar ekspornya menurun secara tajam. Sebaliknya industri kayu lapis Malaysia dan China disamping memiliki keunggulan komparatif juga berhasil meningkatkan pangsa pasarnya.

Industri kayu lapis Indonesia masih memiliki keunggulan komparatif yang cukup besar dibandingkan dengan negara-negara lain. Di sisi lain, menurunnya pangsa pasar kayu lapis Indonesia di pasar dunia selama beberapa tahun terakhir secara tajam lebih disebabkan oleh menurunnya pasokan bahan baku. Meningkatnya pembalakan dan perdagangan kayu liar tidak dapat dikapitalisasi oleh industri kayu lapis Indonesia namun lebih dimanfaatkan oleh industri kayu lapis pesaing Indonesia. Pembalakan dan perdagangan kayu liar tidak semata-mata masalah sosial namun peranan tarikan pasar (market pull) sangat besar.

Bagi negara agraris seperti Indonesia, peran sektor pertanian juga sangat penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai penyedia bahan pangan, sandang dan papan bagi segenap penduduk, serta penghasil komoditas ekspor nonmigas untuk menarik devisa. Lebih dari itu, mata pencaharian sebagian besar rakyat Indonesia bergantung pada sektor pertanian. Namun ironis sekali, penghargaan masyarakat umum terhadap pertanian relatif rendah dibandingkan sektor lain, seperti industri, pertambangan, dan perdagangan. Hal ini menyebabkan penghargaan terhadap lahan pertanian pun terlalu rendah, tidak proporsional dengan tingkat manfaatnya.

Pengetahuan masyarakat Indonesia tentang multifungsi pertanian masih rendah, terbukti dengan hasil penelitian Irawan et al. (2004) di DAS Citarum (Jawa Barat) dan DAS Kaligarang (Jawa Tengah). Masyarakat setempat baru mengenal 2−4 jenis fungsi pertanian, yaitu:

1) penghasil produk pertanian,

2) pemelihara pasokan air tanah,

3) pengendali banjir, dan

4) penyedia lapangan kerja. Padahal fungsi lahan pertanian bagi kemanusiaan jauh lebih banyak, seperti dikemukakan oleh Agus dan Husen (2005), yaitu: penghasil produk pertanian, berperan dalam mitigasi banjir, pengendali erosi tanah, pemelihara pasokan air tanah, penambat gas karbon atau gas rumah kaca, penyegar udara, pendaur ulang sampah organik, dan pemelihara keanekaragaman hayati.

Lebih jauh di Korea Selatan, Eom dan Kang (2001) dalam Agus dan Husen (2005) mengidentifikasi 30 jenis fungsi pertanian yang bermanfaat bagi masyarakat umum dan perlu terus dilestarikan. Pandangan masyarakat umum yang kurang benar terhadap pertanian seperti tersebut di atas merupakan salah satu sebab rendahnya penghargaan terhadap pertanian. Lebih jauh lagi, hal tersebut menyebabkan pandangan terhadap konversi lahan pertanian pun kurang proporsional. Mereka menganggap konversi lahan sebagai hal yang biasa, bukan sebagai proses hilangnya multifungsi pertanian. Hal lain yang mendorong konversi lahan pertanian adalah kondisi sosial-ekonomi masyarakat pedesaan yang memerlukan pendapatan segera untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari, serta pemikiran tentang fungsi lahan pertanian hanya dalam jangka pendek dan ruang lingkup yang sempit. Selain itu, terdapat faktor eksternal yang mendorong percepatan proses konversi tersebut yaitu gencarnya pembangunan sektor nonpertanian dalam memperoleh lahan yang siap pakai, terutama ditinjau dari karakteristik biofisik dan asesibilitas. Kebutuhan tersebut pada umumnya dapat terpenuhi oleh lahan pertanian beririgasi.

Badan Litbang Perdagangan.2006. Kajian Perkembangan dan Strategi Peningkatan Ekspor Kayu dan Produk Kayu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Luar Negeri. Jakarta.

Irawan, S. Eriyatno, A. Supriyatna, I.S. Anugrah, N.A. Kirom, B. Rachman, dan B. Wiryono. 2001. Perumusan Model Kelembagaan Konversi Lahan Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

Agus, F. dan E. Husen. 2005. Tinjauan umum multifungsi pertanian. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Pertanian dan Ketahanan Pangan. Bogor, 12 Oktober dan 24 Desember 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Irawan, B., E. Husen, Maswar, R.L. Watung, dan F. Agus. 2004. Persepsi dan apresiasi masyarakat terhadap multifungsi pertanian: Studi kasus di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Prosiding Seminar Multifungsi Pertanian dan Konservasi Sumber Daya Lahan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Minggu, 02 Mei 2010

Keuntungan Hubungan Internasional Indonesia dengan Negara Lain

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Manfaat perdagangan internasional
Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan, terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.
4. Transfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
2. Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
3. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
4. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
5. Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
6. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
7. Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
8. Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.
Hukum Internasional merupakan sistem aturan yang digunakan untuk mengatur negara yang merdeka dan berdaulat (1). Hukum Internasionall terdiri atas sekumpulan hukum, yang sebagian besar terdiri dari prinsip – prinsip dan aturan tingkah laku yang mengikat negara – negara dan oleh karenanya ditaati dalam hubungan antara negara, yang juga meliputi:
a) Peraturan – peraturan hukum tentang pelaksanaan funsi lembaga – lembaga dan organisasi – organisasi Internasional serta hubungannya antara negara – negara dan individu – individu.
b) Peraturan – peraturan hukum tertentu tentang individu – individu dengan kesatuan – kesatuan bukan negara, sepanjang hak – hak dan kewajiban individu dengan kesatuan kesatuan tersebut merupakan masalah kerjasama internasional.
Pada dasarnya berklakunya Hukum Internasional didasarkan pada 2 prinsip :
a) Pacta Sunt Servanda, yaitu perjanjian harus dan hanya ditaati oleh pihak – pihak yang membuat perjanjian.
b) Primat Hukum Internasional , Yaitu perjanjian internasional mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari undang – undang Nasional Suatu negara perserta perjanjian.

Paradigma Baru Perdagangan Internasional
Perkembangan ekspor dari suatu Negara tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif tetapi juga oleh faktor-faktor keunggulan kompetitif. Inti daripada paradigma keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teoriteori klasik dan H-O) yang dimilikinya dan juga karena adanya proteksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Keunggulan kompetitif tidak hanya dimiliki oleh suatu negara, tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di negara tersebut secara individu atau kelompok. Perbedaan lainnya dengan keunggulan komparatif adalah bahwa keunggulan kompetitif sifatnya lebih dinamis dengan perubahan-perubahan, misalnya teknologi dan sumber daya manusia.



Hubungan Kurs Dollar dengan Ekspor
Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi atau apresiasi nilai mata uang akan mengakibatkan perubahan ke atas baik ekspor maupun impor. Jika kurs dollar Amerika serikat mengalami depresiasi, nilai mata uang dalam negeri melemah dan berarti nilai mata uang asing menguat kursnya (harganya) akan menyebabkan ekspor meningkat dan impor cenderung menurun. Jadi kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai kurs dollar Amerika Serikat meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat.

Hubungan Kebijakan Ekspor dengan Volume Ekspor
Kebijakan perdagangan luar negeri, dalam hal ini kebijakan ekspor pada dasarnya ditujukan pada untuk mendukung upaya mewujudkan iklim usaha yang kondusif serta persaingan sehat baik atas dasar kepentingan nasional maupun kewajiban dari adanya perjanjian dan pengaturan perdagangan internasional yang pada gilirannya dapat meningkatkan daya saing produk. Dengan adanya kebijakan ekspor yang ditujukan untuk meningkatkan daya saing produk diharapkan setelah dikeluarkannya kebijakan tersebut akan dapat mendorong suatu peningkatan ekspor.

Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran. Cetakan I. Jakarta: LPFEUI.
Sukirno, Sadono, 2000. Makro Ekonomi Modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri, 2006. Kebijaksanaan Umum di Bidang Ekspor. Jakarta : Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_internasional
http://www.legalitas.org/?q=Perjanjian+Internasional+Dalam+Sistem+Perundang%E2%80%93Undangan+Nasional